Artikel Non Aero

Travel Retail 3.0, Masa Depan Belanja di Bandara dengan Metaverse & AI

Saat Bandara Bertransformasi Menjadi Mall Virtual Global

Di era digital yang terus maju, bandara bukan lagi sekadar pintu keberangkatan dan kedatangan. Transformasi besar terjadi di bisnis non-aero yaitu retail, food & beverage, hiburan, dan layanan penumpang. Salah satu gelombang revolusi terkini adalah integrasi teknologi seperti AI & metaverse ke dalam pengalaman belanja bandara — Travel Retail 3.0 — yang menjanjikan pengalaman yang lebih personal, immersive, dan efisien.

Kenapa AI & Metaverse?

AI memungkinkan bandara memahami perilaku penumpang: mulai dari preferensi belanja, riwayat perjalanan, hingga pola konsumsi. Sementara metaverse dan teknologi AR/VR memberi ruang baru untuk mencoba produk secara virtual, menjelajah toko bandara dari rumah, atau bahkan ikut event digital sebelum benar-benar terbang. Teknologi ini menjadi jawaban atas tren penumpang modern yang semakin menuntut pengalaman unik, cepat, dan digital-first.

Studi Kasus Internasional: ChangiVerse

Bandara Changi di Singapura meluncurkan ChangiVerse, dunia virtual yang meniru Jewel Changi. Di sini pengunjung bisa bermain, berbelanja, dan menukar token virtual dengan pengalaman nyata. Tujuannya jelas: memperpanjang interaksi dengan bandara di luar kunjungan fisik. Inovasi ini menunjukkan bahwa bandara bisa menjadi brand experience yang melekat, bukan hanya tempat singgah.

Studi Kasus Internasional: Auckland & Frankfurt

Auckland Airport mengembangkan The Mall, platform belanja online “klik & collect” yang tumbuh 20% per bulan sebelum pandemi. Frankfurt Airport punya “Online Mall” yang menawarkan click & collect hingga 28 hari sebelum keberangkatan, dengan nilai keranjang belanja online tercatat tiga kali lipat lebih tinggi dibanding belanja fisik. Kedua studi kasus ini membuktikan digitalisasi retail di bandara membuka peluang profit besar.

Lonjakan Penumpang Indonesia

Indonesia adalah pasar yang sangat potensial. Tahun 2024, Bandara I Gusti Ngurah Rai (Bali) mencatat 23,9 juta penumpang, naik sekitar 12% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, InJourney Airports secara total melayani 155,9 juta penumpang di seluruh bandara, naik 4% YoY. Jumlah ini menunjukkan traffic yang sangat besar — basis konsumen raksasa untuk bisnis retail non-aero.

Data Lokal: Pertumbuhan Bisnis Non-Aero

Pendapatan non-aero di InJourney Airports melonjak drastis: dari Rp 6,78 triliun di 2022 menjadi Rp 9,31 triliun di 2023, naik 37,37% YoY. Di Angkasa Pura I, pendapatan non-aero bahkan mencapai 40% dari total revenue. Artinya, bisnis non-aero sudah hampir menyamai kontribusi aeronautika. Dengan penerapan AI dan metaverse, angka ini bisa naik lebih tinggi, bahkan mendekati model bisnis bandara global.

Fitur AI & Personalization

Di bandara masa depan, AI akan memberi rekomendasi produk sesuai profil penumpang, menyediakan chatbot interaktif untuk navigasi toko, hingga virtual try-on makeup atau kacamata. Di Amerika, LaGuardia dan Chicago Midway sudah mulai mencoba AR untuk belanja kosmetik dan aksesori. Bayangkan jika bandara di Indonesia — seperti Soekarno-Hatta atau Bali — menawarkan pengalaman belanja serupa: penumpang bisa mencoba parfum atau tas secara virtual dari smartphone sebelum mendarat.

Momentum Peak Season di Indonesia

Libur panjang adalah momen emas. Selama Idul Fitri 2024, InJourney mencatat 7,4 juta penumpang di seluruh bandara. Pada Natal dan Tahun Baru, angka itu mencapai 6 juta penumpang hanya dalam beberapa minggu. Dengan traffic setinggi ini, penerapan Travel Retail 3.0 seperti promo digital di metaverse atau campaign AI-driven bisa memaksimalkan belanja non-aero pada puncak musim perjalanan.

Proyeksi Ekonomi & Potensi

Pasar smart airport global diproyeksikan tumbuh 10–11% CAGR hingga 2027, mencapai puluhan miliar dolar. Indonesia punya peluang besar menempati posisi penting di kawasan ASEAN, apalagi dengan kontribusi nonaero yang terus naik. Jika adopsi teknologi seperti AI dan metaverse digarap serius, revenue non-aero bisa melampaui pendapatan aero dalam jangka panjang.

Kesimpulan & Rekomendasi

Travel Retail 3.0 bukan sekadar tren global, melainkan kebutuhan mendesak bagi bandara di Indonesia. Dengan traffic penumpang yang tinggi, pertumbuhan pendapatan non-aero yang impresif, dan potensi digitalisasi yang masih luas, bandara Indonesia bisa menjadi pionir travel retail futuristik di Asia Tenggara. Strategi awal bisa dimulai dari platform klik & collect, aplikasi loyalty digital, hingga virtual store berbasis AR. Dari situ, tahap berikutnya adalah masuk ke metaverse penuh, menjadikan bandara bukan hanya gerbang perjalanan, tetapi juga destinasi belanja digital yang mendunia.

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Artikel Non Aero

5 Kesalahan Lucu Wisatawan Saat Belanja Duty Free (dan Cara Menghindarinya)

Siapa yang tidak senang berjalan-jalan di bandara sambil mengintip toko-toko duty free?...

Artikel Non Aero

Rahasia di Balik Brand-Brand Besar yang Berebut Masuk Bandara

Bandara kini bukan sekadar titik transit, tetapi telah bertransformasi menjadi destinasi belanja...

Artikel Non Aero

Fakta Gila: Bandara Bisa Lebih Kaya dari Maskapai!

Ketika berbicara soal industri penerbangan, bayangan pertama yang muncul biasanya adalah maskapai....

Artikel Non Aero

Bandara SEA Milan mencetak rekor ritel baru pada tahun 2024, didorong oleh pertumbuhan jarak jauh dan pengeluaran penumpang

MILAN – Di tahun yang ditandai dengan pertumbuhan perjalanan global yang berkelanjutan,...