Bisnis parkir bandara adalah salah satu sumber pendapatan non-aero yang paling stabil dan menguntungkan. Meskipun terlihat sederhana, pengelolaan parkir di bandara melibatkan perhitungan yang kompleks karena harus memperhatikan arus penumpang, durasi parkir kendaraan, area lahan, hingga sistem pengelolaan operasional. Sama seperti layanan non-aero lainnya, parkir bandara berperan besar dalam pertumbuhan pendapatan operator bandara, terutama di bandara-bandara besar dengan traffic tinggi. Namun, untuk memahami bagaimana keuntungan parkir bandara dihitung, kita harus melihat cara bandara memonetisasi ruang, waktu, dan pergerakan penumpang.
Di bandara, jumlah kendaraan yang masuk biasanya sejalan dengan volume penumpang yang berangkat, menjemput, atau melakukan aktivitas lain di terminal. Semakin besar traffic penumpang, semakin besar pula potensi pendapatan parkir. Inilah sebabnya bandara seperti Soekarno-Hatta atau Juanda memiliki potensi pendapatan parkir jauh lebih tinggi dibanding bandara kecil. Selain itu, parkir bandara tidak hanya memanfaatkan kendaraan yang menginap atau parkir dalam jangka panjang; kendaraan yang hanya “drop off” atau “pick up” pun memiliki potensi monetisasi melalui tarif progresif atau sistem parkir cepat (quick parking). Dengan demikian, parkir bukan hanya soal menyediakan lahan, melainkan mengoptimalkan waktu singgah kendaraan.
Keuntungan parkir bandara dihitung dari kombinasi beberapa faktor utama, yaitu tarif dasar, durasi parkir, dan volume kendaraan harian. Tarif dasar biasanya disusun berdasarkan kategori parkir seperti parkir jangka pendek (short stay), jangka panjang (long stay), dan premium parking yang berada paling dekat dengan terminal. Parkir jangka pendek biasanya dikenakan tarif per jam, sementara long stay menggunakan tarif harian. Setiap bandara memiliki struktur tarif yang disesuaikan dengan lokasi, kepadatan, dan karakter pengguna. Model tarif inilah yang nantinya menjadi pondasi perhitungan revenue bulanan dan tahunan.
Selain tarif, durasi parkir setiap kendaraan memiliki pengaruh langsung terhadap pemasukan. Data rata-rata lama parkir harian biasanya digunakan untuk memproyeksikan pendapatan. Misalnya, jika rata-rata durasi parkir mobil di bandara adalah tiga jam dan tarifnya Rp 10.000 per jam, maka satu kendaraan sudah menghasilkan Rp 30.000. Ketika angka ini dikalikan dengan ribuan kendaraan per hari, hasilnya menjadi sumber pendapatan yang signifikan. Bandara besar bahkan bisa mencatat ratusan juta rupiah per hari hanya dari layanan parkir.
Lahan parkir bandara juga menjadi faktor penting dalam model bisnis ini. Semakin luas lahan yang bisa digunakan untuk parkir, semakin banyak kendaraan yang dapat ditampung secara bersamaan. Namun, luas lahan bukan satu-satunya pertimbangan. Bandara harus mempertimbangkan biaya operasional, seperti pembangunan infrastruktur, pengaspalan, marka jalan, lampu penerangan, sistem pembayaran digital, hingga petugas operasional. Semakin tinggi biaya operasional, semakin besar pula kebutuhan bandara untuk menetapkan tarif parkir yang proporsional agar tetap mencapai margin keuntungan yang sehat.
Model bisnis parkir bandara modern kini mulai berubah dari sistem konvensional ke sistem berbasis teknologi. Sistem tiket manual perlahan digantikan oleh sistem otomatis seperti pembayaran tanpa kartu, ANPR (automatic number plate recognition), dan pembayaran digital melalui aplikasi. Teknologi ini bukan hanya meningkatkan kenyamanan pengguna, tetapi juga meminimalkan kebocoran pendapatan. Dalam perhitungan keuntungan, efisiensi ini berdampak langsung karena hilangnya faktor human error atau potensi manipulasi transaksi.
Selain pendapatan dari tarif dasar, bandara juga mulai mengembangkan model monetisasi lain, seperti layanan valet parking, parkir eksklusif untuk penumpang kelas premium, hingga bundling parkir dengan layanan lain seperti lounge atau fast track. Model tambahan ini meningkatkan average revenue per vehicle (ARPV), sehingga satu kendaraan tidak hanya menghasilkan pendapatan dari biaya parkir, tetapi juga dari layanan pendukung yang ditawarkan. Bandara besar di luar negeri bahkan mulai memonetisasi data kendaraan untuk meningkatkan layanan secara personal.
Faktor seasonal seperti musim liburan, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru turut memengaruhi proyeksi pendapatan parkir. Pada periode ini, permintaan parkir long stay meningkat tajam karena banyak penumpang yang meninggalkan kendaraan mereka di bandara selama beberapa hari. Kenaikan volume selama musim puncak ini biasanya sudah masuk ke dalam analisis pendapatan tahunan, sehingga manajemen dapat menghitung potensi pendapatan tambahan yang sifatnya musiman namun signifikan.
Pada akhirnya, keuntungan parkir bandara merupakan hasil dari kombinasi berbagai perhitungan: jumlah kendaraan, durasi parkir, kategori tarif, kapasitas lahan, teknologi yang digunakan, dan efisiensi operasional. Setiap elemen dalam ekosistem parkir memberikan dampak terhadap pendapatan. Bandara yang mampu mengelola ruang secara efisien dan menyesuaikan tarif berdasarkan pola permintaan akan memiliki pendapatan parkir yang jauh lebih optimal. Inilah sebabnya parkir bandara menjadi salah satu portofolio non-aero paling menguntungkan, bahkan mampu menyumbang porsi besar bagi total pendapatan non-aero setiap tahunnya.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya jumlah penumpang udara di Indonesia, bisnis parkir bandara diprediksi terus menjadi salah satu sumber pendapatan yang stabil dan bertumbuh. Tidak hanya sebagai lahan tempat menaruh kendaraan, tetapi sebuah model bisnis strategis yang menggabungkan ruang, waktu, perilaku penumpang, dan teknologi sekaligus.
source img: kumparan
Leave a comment