Bandara Bukan Sekadar Pintu Keberangkatan
Selama ini, banyak yang melihat bandara hanya sebagai tempat pesawat datang dan pergi. Padahal, di balik hiruk pikuk keberangkatan, bandara adalah sebuah ekosistem bisnis yang kompleks, di mana aktivitas komersial non-penerbangan kini menjadi kunci keberlanjutan finansial.
Riset terbaru dari Journal of Management Science & Engineering Research mengungkapkan bahwa diversifikasi pendapatan menjadi fondasi utama bagi bandara di seluruh dunia untuk bertahan menghadapi tekanan biaya tinggi, fluktuasi penumpang, dan disrupsi industri aviasi pasca-pandemi.
Dari Aero ke Non-Aero: Pergeseran Paradigma Global
Pendapatan bandara secara tradisional bersumber dari dua aliran utama:
-
Aero (Aeronautical Revenues) – biaya yang terkait langsung dengan aktivitas penerbangan, seperti landing fee, passenger service charge, dan sewa slot udara.
-
Non-Aero (Non-Aeronautical Revenues) – pendapatan dari aktivitas komersial lain di lingkungan bandara, seperti ritel, parkir, iklan, properti, hotel, hingga kawasan bisnis.
Dalam dua dekade terakhir, porsi pendapatan non-aero global terus meningkat. Menurut data Airports Council International (ACI), lebih dari 40% total pendapatan bandara dunia kini berasal dari sektor non-aero. Di beberapa bandara besar seperti Changi (Singapura), Heathrow (London), dan Incheon (Korea Selatan), proporsi ini bahkan mendekati 50%.
Mengapa Diversifikasi Itu Penting
-
Ketahanan Finansial:
Ketika jumlah penumpang turun (seperti saat pandemi COVID-19), bandara dengan diversifikasi pendapatan yang kuat tetap bisa bertahan karena memiliki sumber non-aero yang stabil. -
Peluang Ekspansi Bisnis:
Area bandara adalah prime real estate — berpotensi menjadi pusat ritel, logistik, dan pariwisata. Diversifikasi membuka peluang pengembangan kawasan seperti Airport City atau Aero City. -
Peningkatan Pengalaman Penumpang:
Pendapatan non-aero yang tinggi seringkali berjalan seiring dengan peningkatan layanan dan pengalaman pengguna: lounge modern, restoran tematik, coworking space, hingga hiburan digital.
Model Diversifikasi Pendapatan Bandara
Berdasarkan studi Journal of Management Science & Engineering Research, terdapat empat model utama yang kini banyak diadopsi:
-
Retail & Hospitality Expansion
Bandara mengembangkan area ritel dan kuliner seperti mall kecil. Contohnya, Changi Airport dengan Jewel Changi — gabungan taman indoor, hotel, dan pusat belanja. -
Real Estate & Property Development
Pengembangan kawasan sekitar bandara menjadi zona bisnis dan logistik, seperti Aerotropolis di Incheon dan Aero City Kertajati. -
Digital & Service Innovation
Platform digital seperti pre-order retail, digital advertising, hingga smart parking meningkatkan pendapatan tanpa perlu ekspansi fisik. -
Partnership & Investment Diversification
Kerja sama publik-swasta (PPP) dan investasi lintas sektor memperkuat aliran pendapatan. Misalnya, kemitraan AP II dengan swasta untuk pengelolaan kargo dan ritel.
Konteks Indonesia: Potensi Non-Aero yang Belum Tergarap Maksimal
Indonesia memiliki lebih dari 300 bandara aktif, namun kontribusi non-aero terhadap total pendapatan masih relatif kecil — diperkirakan di bawah 20% di sebagian besar bandara.
Beberapa penyebabnya antara lain:
-
Keterbatasan lahan pengembangan komersial,
-
Model pengelolaan yang masih fokus pada operasi penerbangan,
-
Minimnya integrasi antara bandara, kota, dan sektor pariwisata.
Namun potensi besarnya tak bisa diabaikan. Dengan meningkatnya jumlah penumpang domestik, tren digitalisasi, dan dorongan pariwisata nasional (melalui InJourney), sektor non-aero bisa menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi bandara Indonesia.
Studi Kasus: Soekarno-Hatta dan Incheon
-
Soekarno-Hatta International Airport (Indonesia):
Melalui Airport Digital dan ekspansi ritel terminal 3, AP II mulai mengembangkan konsep smart airport yang terintegrasi dengan layanan non-aero — seperti food court tematik, coworking space, dan digital advertising. -
Incheon International Airport (Korea Selatan):
Menjadi contoh global bagaimana bandara bisa menjadi destination hub dengan mall, hotel, dan area rekreasi yang menyumbang lebih dari 55% pendapatan non-aero mereka.
Arah ke Depan: Membangun Ekosistem Non-Aero Berkelanjutan
Ke depan, tantangan utama bagi bandara adalah menemukan keseimbangan antara fungsi transportasi dan fungsi ekonomi.
Diversifikasi bukan sekadar menambah toko atau restoran, melainkan membangun ekosistem bisnis yang menyatu dengan:
-
Smart technology (IoT, AI, data analytics),
-
Green airport & sustainability design,
-
Kolaborasi lintas sektor (pariwisata, logistik, properti),
-
Dan tentunya, inovasi layanan berbasis pengalaman pengguna.
Dengan pendekatan tersebut, Non Aero Institute bisa berperan sebagai pusat riset, inkubator inovasi, dan konsultan strategi bagi pengelolaan bisnis non-aero di Indonesia.
Kesimpulan
Diversifikasi pendapatan adalah masa depan industri bandara.
Ketika langit menjadi semakin padat dan margin aeronautikal semakin menipis, kekuatan baru justru datang dari daratan — dari kafe yang ramai, hotel yang nyaman, hingga sistem digital yang menghubungkan semua.
Non-aero bukan sekadar pelengkap, tetapi fondasi masa depan ekonomi bandara.
Leave a comment